Kronologi
Dari waktu ke waktu
terjadilah perubahan sedemikian rupa sehingga bahasa Indonesia menjadi bahasa
persatuan yang pada akhirnya menyandang fungsi sebagai bahasa ilmu pengetahuan
dan teknologi. Perubahan yang dialami oleh bahasa Indonesia merupakan suatu proses
perubahan yang amat pesat.
Oleh sebab itu,
pada saat bangsa kita memerlukan sebuah bahasa nasional yang dapat dijadikan
alat komunikasi secara nasional, penunjukan bahasa Melayu disetujui secara
aklamasi. Bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Minangkabau, atau bahasa Batak yang
jumlah pendukungnya jauh lebih besar daripada jumlah pendukung bahasa Melayu,
dengan rela dan senang hati menerima putusan itu. Maka, pada tanggal 28 Oktober
1928 dicetuskanlah kedudukan bahasa Indonesia itu dalam suatu ikrar pemuda
Indonesia yamg kita kenal dengan “Sumpah Pemuda” pada butir ketiga. Secara
lengkap dan ejaan yang asli butir-butir “Sumpah Pemuda” itu dapat Anda simak
berikut ini.
~ Kami poetera dan poeteri Indonesia mengakoe
bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
~ Kami poetera dan poeteri Indonesia mengakoe
berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
~ Kami poetera dan poeteri Indonesia mendjoendjoeng
bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
Butir ketiga dalam Sumpah Pemuda itu menjadi ketukan
palu berubahnya bahasa Indonesia sebagai lingua franca kepada bahasa Indonesia
sebagai bahasa persatuan. Perkembangan bahasa Melayu yang berubah menjadi
bahasa Indonesia didasarkan pada segi politik dan ekonomi. Bahasa yang
dapat diangkat menjadi bahasa nasional adalah bahasa yang berfungsi di dalam
dunia politik dan ekonomi.
Balai Pustaka
BAHASA INDONESIA.
Balai Pustaka didirikan oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1917.
Merupakan penggabungan dari Taman Bacaan yang ada di beberapa tempat di Batavia
sejak tahun 1908. Balai Pustaka mampu mengkonsulidasikan para sastrawan dan
membentuk Angkatan Balai Pustaka. Mereka sepakat untuk menggunakan Bahasa
Indonesia untuk karya karya sastranya. Sehingga pada era Angkatan Balai Pustaka
ini Bahasa Indonesia berkembang pesat, dan akhirnya ditetapkan menjadi bahasa
persatuan Indonesia dalam Sumpah Pemuda Tahun 1928.
PUSTAKA. Banyak karya
sastra hasil penerbitan Balai Pustaka. Beberapa diantaranya adalah Siti Nurbaya
dan di bawah Lindungan Kabah. Karya sastra ini mampu membentuk karakter bangsa,
antara lain mampu memompa semangat perjuangan rakyat merebut kemerdekaan dari
penjajahan Belanda. Di samping buku sastra, Balai Pustaka tentunya menerbitkan
buku - buku tematik tentang ekonomi, politik, sosial dan budaya. Dengan
perkataan lain, Balai Pustaka memberikan sumbangan yang sangat besar dalam
rangka mencerdaskan bangsa dan mencapai kehidupan berbangsa dan bernegara yang
lebih baik sejak masa penjajahan, masa awal kemerdekaan, dan hingga kini.
Taman Bacaan Masyarakat
Taman Bacaan
masyarakat atau TBM adalah salah satu wadah yang bergerak dibidang pendidikan
yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kembali minat baca masyarakat tanpa
membedakan status sosial, ekonomi, budaya, agama, adat istiadat, tingkat
pendidikan dan lain sebagainya.
Setelah beberapa
pelopor, pendiri dan relawan dengan gigih mengajak sesama relawan dan
masyarakat umu untuk turut membangun TBM di lingkungannya, kini TBM telah marak
diberbagai daerah.
Taman Bacaan Arjasari
contohnya, dibangun oleh Agus Munawar dengan menggunakan ruang dapur yang hanya
berukuran 3 x 3 meter. Dengan kegigihan Agus, TBM ini berkembang pesat hingga
sekarang menjadi salah-satu TBM percontohan.
Ejaan Suandi
Ejaan Republik (edjaan republik) adalah ketentuan
ejaan dalam Bahasa Indonesia yang berlaku sejak 17
Maret 1947. Ejaan ini kemudian juga disebut dengan
nama edjaan Soewandi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu.
Pada
tahun 1901 ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin, yang disebut Ejaan van
Ophuijsen, ditetapkan. Ejaan tersebut dirancang oleh van Ophuijsendibantu
oleh Engku Nawawi Gelar Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan
Ibrahim. Hal-hal yang menonjol dalam ejaan ini adalah sebagai berikut:
1. Huruf
j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang.
2. Huruf
oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer.
3. Tanda
diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata
ma’moer, ‘akal, ta’, pa’, dinamai’.
Perbedaan-perbedaan antara ejaan ini dengan ejaan Van
Ophuijsen ialah:
- huruf 'oe' menjadi 'u', seperti
pada goeroe → guru.
- bunyi hamzah dan bunyi sentak yang sebelumnya
dinyatakan dengan (') ditulis dengan 'k', seperti pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat.
- kata ulang boleh ditulis dengan angka 2,
seperti ubur2, ber-main2, ke-barat2-an.
- awalan 'di-' dan kata depan 'di' kedua-duanya
ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Kata depan 'di' pada
contoh dirumah, disawah, tidak dibedakan dengan imbuhan 'di-'
padadibeli, dimakan.
Ejaan Soewandi ini berlaku sampai tahun 1972 lalu
digantikan oleh Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) pada masa
menteri Mashuri Saleh. Pada masa jabatannya sebagai Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, pada 23 Mei 1972 Mashuri mengesahkan penggunaan Ejaan Yang
Disempurnakan dalam bahasa Indonesia yang menggantikan Ejaan Soewandi. Sebagai
menteri, Mashuri menandai pergantian ejaan itu dengan mencopot nama jalan yang
melintas di depan kantor departemennya saat itu, dari Djl. Tjilatjap menjadi Jl.
Cilacap.
EYD
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah
ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini
menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan
Soewandi.
Perbedaan-perbedaan antara EYD dan ejaan sebelumnya
adalah:
- 'tj' menjadi 'c' : tjutji → cuci
- 'dj' menjadi 'j' : djarak → jarak
- 'j' menjadi 'y' : sajang → sayang
- 'nj' menjadi 'ny' : njamuk → nyamuk
- 'sj' menjadi 'sy' : sjarat → syarat
- 'ch' menjadi 'kh' : achir → akhir
- awalan 'di-' dan kata depan 'di' dibedakan
penulisannya. Kata depan 'di' pada contoh "di rumah", "di
sawah", penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara 'di-' pada
dibeli, dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan
Presiden No. 57, Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin (Rumi dalam istilah
bahasa Melayu Malaysia) bagi bahasa Melayu dan bahasa Indonesia. Di Malaysia
ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB).
Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia
adalah salah satu dari banyak ragam bahasa Melayu. Dasar
yang dipakai adalahbahasa Melayu Riau (wilayah Kepulauan
Riau sekarang) dari abad ke-19. Dalam perkembangannya ia
mengalami perubahan akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja di lingkungan
administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20.
Penamaan "Bahasa Indonesia" diawali sejak dicanangkannya Sumpah
Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan "imperialisme
bahasa" apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan. Proses
ini menyebabkan berbedanya Bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu
yang digunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, Bahasa
Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru,
baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa
daerah dan bahasa asing.