Sabtu, 07 Januari 2012

studi kasus

Belakangan ini telah muncul berbagai bentuk dan jenis kejahatan yang dapat digolongkan sebagai kejahatan internasional, sebagai akibat dari kemajuan teknologi, komunikasi, dan berkembangnya pemikiran-pemikiran baru. Salah satu bidang yang mengalami kemajuan cukup pesat adalah transportasi, yang memungkinkan perjalanan antar negara menjadi semakin mudah dilakukan. Tetapi kemudahan tersebut tidak hanya dapat dinikmati oleh warga negara dan orang-orang yang beritikad baik, tetapi juga oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab ataupun juga oleh orang-orang yang berkecimpung di dalam dunia kejahatan misalnya kejahatan narkotika yang jaringannya ada indikasi merupakan jaringan yang bersifat internasional. Di satu sisi tersedianya fasilitas bidang transportasi tersebut memungkinkan penjahat-penjahat dapat mengambil keuntungan dengan berpindah tempat dari  tempat yang satu ke tempat yang lain, atau meninggalkan tempat kejadian di mana ia berbuat kejahatan dengan cepat.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat tersebut selain dapat meningkatkan kesejahteraan umat manusia, pada sisi yang lain dapat pula menimbulkan efek negatif melalui timbulnya kejahatan Internasional dengan akibat yang cukup besar. Yang mana akibat yang ditimbulkan tersebut tidak hanya menjadi urusan para korban dan masyarakat sekitarnya saja, melainkan sering menjadi urusan antar negara, bahkan kadang menjadi urusan dari seluruh umat manusia.
Hal yang perlu dicermati dari kemunculan berbagai jenis kejahatan tersebut adalah sifat dari kejahatan itu sendiri yang tidak mengenal batas wilayah negara. Oleh karena itu setiap negara harus menyadari betapa pentingnya batas-batas wilayahnya, serta kedaulatannya yang harus dihormati oleh negara lain. Sehingga apa yang terjadi di negaranya pada dasarnya merupakan kewenangannya, terutama mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pelanggaran batas-batas wilayah.
Terjadinya kejahatan-kejahatan yang berdimensi  internasional banyak dipengaruhi oleh adanya ketidakadilan sosial, seperti misalnya perbedaan tingkat kemakmuran antara negara-negara maju dengan negara dunia ketiga serta masih adanya pihak-pihak atau individu-individu  yang ingin mengeksploitasi masyarakat bangsa lain.[1]
Eksploitasi yang dimaksud diatas dapat dilakukan dengan berbagai cara, tetapi yang penting untuk mendapat perhatian khusus disini adalah eksploitasi melalui perdagangan gelap narkotika dan obat-obatan terlarang untuk disalah gunakan. Peperangan terhadap perdagangan gelap narkotika telah lama menjadi agenda utama bagi masyarakat internasional untuk diberatas, tetapi yang terjadi kemudian adalah peperangan tersebut tidak pernah tuntas sehingga akan selalu ada pihak yang membuka dan menemukan  jalur baru sehingga menimbulkan akibat yang sama bahayanya. Kenyataan seperti yang terjadi ini merupakan perkembangan terburuk dari pemanfaatan obat-obat bius yang sebelumnya digunakan untuk kepentingan medis dan kesehatan.
Penyimpangan pemanfaatan obat-obat bius yang memiliki jenis dan bentuk yang beragam ini cenderung mengarah pada pengrusakan dan pemerosotan moral, mental dan psikologis dari para pemakainya. Sementara itu dipihak yang lain daya tarik yang dimiliki oleh narkotika dan obat-obatan terlarang tersebut sangat tinggi sehingga menjadikan perdagangan narkotika tersebut menjadi bisnis ilegal yang sangat menggiurkan dengan keuntungan besar.
Penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang itu sendiri pada akhirnya akan menjadi mata rantai kejahatan-kejahatan terorganisir lainnya baik secara nasional maupun internasional. Dengan dana besar  yang didapatkan dari bisnis ilegal serta koordinasi yang baik diantara mereka menyebabkan pengaruh narkotika dan obat-obatan terlarang tidak dapat disangkal telah menjadi suatu masalah internasional yang mendesak untuk segera dicarikan jalan keluarnya. Dimensi internasional dari masalah tersebut tampak nyata melalui pola perdagangan narkotik tersebut yang melintasi batas-batas negara.
Pembuat, penyedia dan penyalur dari narkotika tersebut  dapat saja berasal dari satu negara, tetapi sasaran penjualan narkotika dan obat-obatan terlarang ditujukan kepada negara lain, termasuk juga tempat-tempat persinggahan atau transit dari perdagangan gelap tersebut. Kenyataan semacam ini tentu saja memerlukan langkah-langkah penangkalan ataupun penanggulangan yang efektif melalui suatu kerjasama internasional yang melibatkan beberapa negara, berkoordinasi dengan badan-badan dunia yang memiliki wewenang tentang hal itu.
Mengingat implikasi atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh perdagangan narkotika tersebut berlaku secara luas, maka tidak satu negarapun yang bisa berpangku tangan ataupun tidak melakukan tindakan tegas, apalagi sampai menyembunyikan para pelaku kejahatan tersebut. Dalam konteks seperti ini, maka yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat internasional adalah bukan semata-mata kebijaksanaan nasional suatu negara terhadap masalah perdagangan gelap narkotika, melainkan tindakan yang dilakukan secara bersama-sama melalui suatu kerjasama internasional. Baik itu menyangkut prosedural, judisial, administratif  dan yang terpenting adalah yang sifatnya koordinatif, dalam mencegah dan memberantas berbagai macam bentuk kejahatan internasional di bidang perdagangan gelap narkotika.
Kerjasama-kerjasama antar negara yang sifatnya internasional tersebut tentunya akan membawa perubahan yang berarti dan lebih efektif apabila diletakkan dalam kerangka kerjasama pencegahan dan penanggulangan perdagangan gelap narkotika dibawah koordinasi badan dunia seperti PBB misalnya, atau organ-organ PBB yang berkaitan dengan hal itu. Sebab yang terjadi selama ini pada umumnya cara-cara penanggulangan perdagangan gelap narkotika dilakukan secara sendiri-sendiri atau semata-mata antara dua negara yang dianggap sebagai sumber dan sebagai sasaran perdagangan narkotika tersebut. Kelemahan mendasar dari kerjasama semacam ini adalah kurangnya koordinasi dengan negara-negara lain, misalnya yang menjadi tempat persinggahan dari perdagangan tersebut.

Minggu, 01 Januari 2012

warganegara dan negara

E.Warganegara dan Negara
 Pendahuluan
Pada waktu sebelum terbentuknya Negara, setiap individu mempunyai kebebasan penuh untuk melaksanakan keinginannya. Dalam keadaan dimana manusia di dunia masih sedikit hal ini bisa berlangsung tetapi dengan makin banyaknya manusia berarti akan semakin sering terjadi persinggungan dan bentrokan antara individu satu dengan lainnya.. Akibatnya seperti kata Thomas  Hobbes (1642) manusia seperti serigala terhadap manusia lainnya (homo hominilopus) berlaku hukum rimba yaitu adanya penindasan yang kuat terhadap yang lemah masing-masing merasa ketakutan dan merasa tidak aman di dalam kehidupannya. Pada saat itulah manusia merasakan perlunya ada suatu kekuasaan yang mengatur kehidupan individu-individu pada suatu Negara.
Masalah warganegara dan negara perlu dikaji lebih jauh, mengingat demokrasi yang ingin ditegakkan adalah demokrasi berdasarkan Pancasila. Aspek yang terkandung dalam demokrasi Pancasila antara lain ialah adanya kaidah yang mengikat Negara dan warganegara dalam bertindak dan menyelenggarakan hak dan kewajiban serta wewenangnya. Secara material ialah mengakui harkat dan marabat manusia sebagai mahluk Tuhan, yang menghendaki pemerintahan untuk membahagiakannya, dan memanusiakan waganegara dalam masyarakat Negara dan masyarakat bangsa-bangsa.
Negara, Warga Negara, dan Hukum
Negara merupakan alat (agency) atau wewenang (authory) yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat. Oleh karena itu Negara mempunyai dua tugas yaitu :
  1. Mengatur dan mengendalikan gejala-gejala kekuasaan yang asosial, artinya yang bertentangan satu sama lain supaya tidak menjadi antagonisme yang membahayakan
  2. Mengorganisasi dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan-golongan kearah tercapainya tujuan-tujuan dari masyarakat seluruhnya atau tujuan sosial.
Pengendalian ini dilakukan berdasarkan hukum dan dengan peraturan pemerintah beserta lembaga-lembaganya. Hukum yang mengatur kehidupan masyarakat dan nyata berlaku dalam masyarakat disebut hukum positif. Istilah “hukum positif” dimaksudkan untuk menandai diferensiasi, dan hukum terhadap kaidah-kaidah lain dalam masyarakat tampil lebih jelas, tegas, dan didukung oleh perlengkapan yang cukup agar diikuti anggota masyarakat.